Loading... Please wait

Rumah Cicit Pangeran Diponegoro Disita


Rumah cicit pahlawan Pangeran Diponegoro di Menteng, Jakarta Pusat

Juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, akhirnya mengeksekusi rumah milik cicit Pangeran Diponegoro, Sukartinah Mahruzar (69), di Jalan Blitar No.3, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 12 April 2012. Bangun itu sudah lama menjadi sengketa dengan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Pelaksanaan eksekusi yang mendapat pengawalan dari puluhan petugas Satpol PP dan polisi, nyaris berlangsung ricuh. Juru sita mendapat penolakan dari pemilik rumah. Kuasa hukum pemilik rumah, Farhat Abas, meminta juru sita menunda eksekusi karena keluarga sedang keadaan berduka.

"Klien saya sedang berduka. Baru 20 hari Sukartinah meninggal. Bukan tak boleh dieksekusi, mohon ditunda," ujar Farhat Abas kepada juru sita yang siap mengeksekusi rumah itu.

Karena itu, Farhat meminta surat Kepala PN Jakarta Pusat yang ditujukan kepada Mahkamah Agung. Surat itu berisi soal persetujuan penundaan eksekusi. Namun, pihak juru sita, tak meladeni permintaan Farhat. Akhirnya Farhat Abas bersedia menghubungi Kepala PN Jakarta Pusat, untuk meminta penundaan eksekusi.

Hingga saat ini, kedua belah pihak masih berdiskusi mengenai penundaan eksekusi ini. Puluhan polisi dan dan anggota Satpol PP terus berjaga di sekitar rumah tersebut.

Sementara itu, adik kandung almarhumah Sukartinah, Muhammad Maulud, menegaskan bahwa keluarga tidak akan menyerahkan rumah peninggalan ayah mereka itu. Dia mengaku Mahkamah Agung telah menolak kasasi pemohon eksekusi rumah.

"Jika mereka ingin masuk ke rumah saya, langkahi mayat saya dulu," ujarnya.

Sengketa rumah bercat putih itu berawal pada tahun 1987. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) melayangkan gugatan atas rumah dan tanah yang telah ditempati Sukartinah sejak berpuluh-puluh tahun itu.

Surat tanah yang dimiliki Sukartinah dianggap tidak sah karena surat keterangan pembelian rumah di tahun 1952 atas nama ayah Sukartinah, Rd. Soekardjono, tidak sah karena perusahaan Belanda "NV Lettergieterij Amsterdam" tidak lagi berhak menerbitkan surat setelah perusahaan tersebut dinasionalisasi.

Sengketa pun berlanjut ke pengadilan hingga Mahkamah Agung. Hasilnya, majelis hakim MA mengabulkan permohonan kasasi PT PPI per tanggal 14 September 2009.

Sukartinah berkisah, kepemilikan rumah seluas 860 meter persegi ini bermula saat ayahnya bekerja di perusahaan Belanda itu. Karena sudah lama bekerja, Rd. Soekardjono diberi kesempatan untuk membelinya, dengan cara mencicil Rp10 ribu sebulan, antara 1952-1957. Pada tahun 1957 perusahaan Belanda tersebut dinasionalisasi dan lalu berganti nama menjadi Perusahaan Perdagangan Indonesia. Sementara Robert Simanjuntak, pengelola aset PPI sebelumnya mengatakan, PPI memiliki sertifikat sah rumah tersebut. Bahkan, keluarga Sukartina pernah mengajukan rencana untuk membeli rumah tersebut kepada perusahaan dengan harga Rp3 juta per meter persegi.

Robert menekankan pembelian rumah terbentur aturan. Sebelumnya, ada peraturan Kementerian Keuangan tahun 1994 yang menyatakan bahwa pihak seperti Sukartinah bisa membeli dengan potongan harga 50 persen. Namun, PPI berkukuh tidak menjualnya dengan alasan ada ketentuan Kementerian BUMN yang menyatakan bahwa aturan Menkeu itu sudah dicabut.


sumber: http://metro.vivanews.com/news/read/303910-rumah-cicit-pangeran-diponegoro-disita

Masukkan alamat email kamu disini:

Posting Keren Lainnya : Bloggeron

0 komentar:

:f :D :x B-) b-( :@ x( :? ;;) :-B :| :)) :(( =(( :s :-j :-p :-o :-g :-x

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer